Mendalami Seni Berbicara


Seni berbicara merupakan sebuah keterampilan yang memerlukan pembelajaran dan juga pengalaman.
Menurut ilmu psikologi, seni berbicara adalah apa yang dikomunikasikan yang dapat difahami secara langsung oleh objek yang ditujukan.
Apabila seorang pendakwah ingin diterima oleh orang lain, khususnya objek dakwah, maka keterampilan dalam berbicara dan berkomunikasi merupakan perkara yang sangat penting untuk diperhatikan.
Untuk itulah, seorang pendakwah perlu memiliki persiapan dalam mengikat hati objek dakwah.
Ketika para sahabat berada di dalam majlis bersama Rasulullah saw mendengarkan wasiat-wasiat baginda, mereka
1.      Merasakan seolah-olah bumi berhenti berputar.
2.      Menggambarkan seolah-olah mereka hanya ada bersama Rasulullah saw.
3.      Melupakan harta dunia yang dimiliki mereka.
4.      Melupakan anak dan isteri di rumah.
Hati mereka tertumpu kepada wasiat Rasulullah saw yang agung. Kata-kata dari lisan Rasulullah saw membasuh jiwa mereka sehingga jiwa mereka menjadi tenang.
Wasiat-wasiat Rasulullah saw tentang akhirat mampu meluncurkan air mata para sahabat.
Inilah kekuatan kalam Rasul saw.
Seorang sahabat, Abu Najih Al ‘Irbad bin Sariyah berkata :
“Rasulullah saw memberi kami wasiat yang membuatkan hati kami bergetar dan mata kami menangis.”
Begitulah Rasulullah saw dalam menyampaikan risalah kepada para sahabat. Baginda terkenal sebagai seorang yang fasih bahasanya dan santun tutur katanya sehingga ramai orang yang segera menyambut risalah baginda.
Dalam dunia dakwah kini, sebahagian pendakwah yang belum biasa berbicara di depan khalayak umum, ramai yang merasa kesulitan dalam menyampaikan sebuah risalah kepada para pendengarnya sehingga ia tidak dapat menguasai para pendengar yang menyebabkan risalah yang disampaikan tidak berbekas ke dalam jiwa para pendengarnya.
Setiap pendakwah hendaklah mengetahui cara untuk dapat menarik perhatian para pendengarnya.
Namun, sebelum mereka dapat melaksanakan tugas tersebut, ada beberapa persiapan yang perlu diperhatikan seperti berikut :
PERTAMA : PERSIAPAN DIRI
Yakin Kepada Diri Sendiri
Kita mestilah :
a.       Menjadikan motivasi sebagai bahan bakar.
b.      Menjadikan keyakinan terhadap diri sendiri sebagai gas.
c.       Menjadikan kesedaran diri sebagai brek.
Percaya dan yakin kepada diri sendiri membuatkan kita dapat melakukan komunikasi dengan baik kepada objek dakwah.
Dengan percaya kepada diri sendiri, seorang pendakwah mampu memindahkan fokus dirinya dari perangkap ketakutan akan kegagalan dan kerugian ke arah cara pandang yang optimis tentang berbagai kesempatan dan kejayaan.
Mengenali Karakter Diri
Seorang pendakwah seharusnya dapat mengenal dan meletakkan dirinya dalam situasi yang dialami oleh objek dakwah.
Dengan cara ini, pendakwah tersebut akan mampu untuk bersikap lebih objektif dalam berkomunikasi.
Pendakwah seharusnya juga dapat menyampaikan ilmu dengan “bahasa” orang yang menjadi objek dakwah.
“Khatibun naasa bi lughati qaumihim” (Berbicaralah kepada manusia dengan bahasa kaumnya).
KEDUA : PERSIAPAN MATERIAL
Kuasailah bahan atau material yang akan disampaikan dengan teliti.
Jangan sampai naik podium tanpa persiapan, menyeberangi lautan tanpa perahu, apalagi menjadi pendakwah tanpa persiapan sama sekali.
Jadi, semuanya bermula dari membaca.
KETIGA : PERSIAPAN HATI DAN KEIKHLASAN
Bukalah hati kita seluas-luasnya.
1.      Apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati.
2.      Apa yang keluar dari lisan hanya akan sampai ke telinga sahaja.
Untuk itu, pendakwah perlu mempunyai seni untuk berbicara dari hati ke hati, di antaranya  memperbanyakkan amalan-amalan kepada Allah  di mana insyaAllah, apa yang dikomunikasikan dapat meresap ke dalam hati dan mengena sasaran iaitu objek dakwah.
Bersikap ikhlaslah untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Persiapkanlah hati dalam menerima perkara-perkara baru yang mungkin berbeza dengan apa yang diketahui selama ini.
“Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (QS Asy Syura  : 23)
Setelah mengetahui persiapan-persiapan yang diperlukan dalam berbicara dan berkomunikasi juga diperlukan suatu beberapa tips khusus agar komunikasi dapat berjalan secara efektif dalam mengikat hati objek dakwah.
Berikut adalah tips-tips dalam berbicara atau berkomunikasi yang boleh diamalkan dalam menyampaikan sesebuah penyampaian demi untuk memikat hati objek dakwah:
PERTAMA : SINGKAT DAN JELAS
Seorang pujangga pernah mengatakan :
“Orang yang banyak berbicara banyak salahnya”.
Seorang pendakwah dalam ceramahnya hendaklah tidak terlalu panjang pembicaraannya.
Ceramah yang baik adalah yang bernilai isinya dan singkat penyampaiannya.
Nabi Muhammad saw adalah teladan yang paling baik dalam berkhutbah. Baginda berkhutbah menyampaikan yang seperlunya sahaja sehingga singkat waktu yang diambil baginda di samping padat dan jelas.
Jadi, pembicaraan yang terbaik adalah yang singkat dan seperlunya sahaja. Pembicaraan yang banyak tidak membawa manfaat, malah boleh mendatangkan mudharat apalagi bila pembicaraannya banyak mengandungi lawak jenaka.
KEDUA : TATAPAN MATA
Ada sebahagian pendakwah ketika berceramah, ia menundukkan mukanya memandang lantai. Ia tidak melihat wajah-wajah pendengarnya malah tidak melihat apa yang dilakukan oleh pendengarnya.
Jika semua yang hadir tertidur sekalipun, ia tetap tidak sedar. Ada pembicara yang kepalanya mendongak melihat pada kejauhan di mana ia seolah-olah berbicara kepada orang-orang yang berada di kejauhan sehingga pendengarnya merasakan tidak diperhatikan.
Ada pembicara yang melihat kepada pendengarnya.Ia menunjukkan perhatian kepada peserta sehingga peserta memerhatikannya.
Namun, ketika ada peserta yang tidak memperhatikan dan sibuk dengan aktiviti sendiri, ia diam tidak peka dengan suasana tersebut semata-mata dengan alasan segan atau tidak berani.
Ada pembicara yang menghadapi pendengar secara keterlaluan dengan menegurnya secara langsung sehingga menyakiti perasaan orang yang ditegur.
Ketahuilah bahwa tidak selamanya pendengar mampu memberi konsentrasi untuk mendengar. Ketika timbul kejemuan dalam hati pendengar, maka ia akan mulai mengalihkan perhatiannya pada hal-hal lain selain dari mendengarkan apa yang disampaikan.
a.       Ada yang berbicara dengan kawan di sampingnya.
b.      Ada yang menundukkan kepala.
c.       Ada yang mendongakkan kepala di samping menerawang jauh.
d.      Ada yang merasa mengantuk dan tahap kesedarannya pun tenggelam timbul.
Ketika ada beberapa pendengar yang dijangkiti penyakit kebosanan, maka tugas seorang pendakwah adalah membawa pehatian mereka kembali pada majlis.
Tatapan mata adalah sangat efektif untuk mendapatkan perhatian dari para pendengar. Ketika ada pendengar yang berbicara dengan kawan di sampingnya, maka tataplah matanya dengan tatapan lembut yang disertai senyuman dan bukan dengan tatapan sinis, niscaya ia akan berhenti berbicara dan akan fokus pada apa yang disampaikan.
Ketika pendengar dilihat oleh pembicara, mereka merasakan bahwa diri mereka diperhatikan dan bahwa mereka adalah orang yang penting sehingga mereka akan bersungguh-sungguh untuk memperhatikan ceramah.
Lakukan tatapan mata yang disertai senyuman kepada pendengar masing-masing yang sedang dirawat akibat terkena penyakit kebosanan sehingga mereka “terubat” dan dapat kembali memperhatikan isi ceramah.
Lakukan tatapan mata secara menyeluruh kepada pendengar dan jangan hanya fokuskan kepada sebahagian pendengar dan melupakan sebahagian pendengar yang lain.
KETIGA : BERTANYALAH
Salah satu cara untuk menarik perhatian pendengar adalah dengan melontarkan sebuah pertanyaan.
Dengan melontarkan pertanyaan, bererti seorang pendakwah sudah berusaha untuk berinteraksi dengan pendengar.
Ada aksi berupa pertanyaan dan ada reaksi berupa jawaban dari para pendengar.
Dengan adanya interaksi soal jawab seperti ini, pendengar tidak akan merasa bosan. Mereka merasa dilibatkan dalam pembicaraan tersebut serta aktif dalam berusaha menyerap apa yang disampaikan oleh pembicara.
Secara spontan, pertanyaan dapat menarik perhatian dan menjadikan fikiran pendengar mampu memberi konsentrasi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan boleh berbentuk perbualan biasa seperti :
1.      Bagaimana keadaan kamu kamu hari ini?
2.      Siapa yang merasa bahagia ketika ini?
Pertanyaan juga boleh berkait dengan bahan yang kita sampaikan misalnya :
a.       Tahukah kamu apa yang dimaksudkan dengan ihsan itu?
b.      Mahukah kamu saya beritahu hadits Nabi yang luar biasa?
c.       Bilakah waktu berlakunya hari kiamat?
Dengan melontarkan pertanyaan, seorang pendakwah :
1.      Telah berusaha merebut hati mad’unya.
2.      Cuba untuk menarik fikiran pendengar.
3.      Sedaya upaya berusaha untuk menghidupkan, menghangatkan dan mencairkan suasana.
Dialog akan memudahkan pendengar untuk memahami apa yang akan disampaikan, sebaliknya, monolog akan membuatkan pendengar merasa bosan dan lebih sukar untuk memahami apa yang disampaikan.
Mari kita teliti salah satu dialog Rasulullah saw bersama para sahabat ketika baginda menerangkan tentang ‘ghibah’dalam sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Muslim seperti berikut :
Nabi : “Tahukah kamu apakah ‘ghibah’ itu?”

Sahabat menjawab : “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.”

Baginda bersabda : “Kamu menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.”

Baginda ditanya : “Bagaimana kalau memang saudaraku melakukan apa yang kukatakan?”

Baginda menjawab : “Kalau memang dia melakukan seperti apa yang kamu katakan bererti kamu telah mengumpatnya. Sebaliknya jika dia tidak melakukan apa yang kamu katakan, maka kamu telah memfitnahnya.”
Lihatlah, Rasulullah saw menarik perhatian para sahabat dengan melontarkan pertanyaan,
“Tahukah kamu apakah ghibah itu?”.
Pertanyaan ini menggugah rasa ingin tahu para sahabat kerana mereka tidak tahu atau belum memahami apa erti‘ghibah’ sehingga para sahabat menjawab,
“Allah dan RasulNya lebih mengetahui.”
Setelah itu barulah Rasulullah saw menerangkan erti ‘ghibah’. Para sahabat pun aktif memperhatikan keterangan dari Rasulullah saw.
Ada sabahat yang bertanya,
“Bagaimana kalau memang saudaraku melakukan apa yang kukatakan?”
Dengan pertanyaan itu, para sahabat ingin lebih memahami maksud dari ‘ghibah’.
Kemudian Rasulullah saw menerangkannya secara ringkas dan jelas bahwa,
“Kalau memang dia melakukan seperti apa yang kamu katakan bererti kamu telah mengumpatnya. Sebaliknya jika dia tidak melakukan apa yang kamu katakan, maka kamu telah memfitnahnya”
Begitulah salah satu cara Rasulullah saw dalam menyampaikan risalah. Rasulullah sering melontarkan pertanyaan terlebih dahulu daripada terus menerangkannya.
Rasulullah saw pernah bertanya dahulu kepada Mu’az bin Jabal :
“Inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan?”
Baginda juga bertanya :
“Mahukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal tiang-tiangnya dan puncak-puncaknya?”.
Baginda juga bertanya :
“Mahukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?”
KEEMPAT : KATAKAN, “SAYA TIDAK TAHU”
Tidak semua pertanyaan ada jawabannya dan tidak semua pertanyaan perlu dijawab serta begitu juga bahwa tidak semua pertanyaan boleh dijawab.
Dalam penyampaian sebuah bahan, kadang-kadang ada pertanyaan yang terlontar dari peserta. Ada pertanyaan yang mudah dan ada pertanyaan yang sukar.
Jika seorang pendakwah menghadapi pertanyaan yang sukar maka hendaklah ia tidak memaksakan diri untuk menjawabnya. Jika ia tidak tahu jawaban atas pertanyaan tersebut, katakan saja, “Saya tidak tahu”.
Ketahuilah bahwa perkataan “Saya tidak tahu” tidak akan mengurangi ilmu bahkan perkataan “Saya tidak tahu”merupakan sebuah ilmu yang tidak semua orang boleh memahaminya.
Orang yang pandai adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu sehingga ia mengatakan bahwa ia tidak tahu sedangkan orang bodoh adalah orang yang tidak mengetahui bahwa sebenarnya ia tidak tahu.
Ini sebagaimana perkataan Abu Darda’:
“Perkataan orang yang tidak mengetahui suatu permasalahan (yang ditanyakan kepadanya) ‘Aku tidak tahu’adalah setengah dari ilmu.”
Jika seorang pendakwah memaksakan diri untuk menjawab pertanyaan yang ia tidak mengetahui jawabannya, maka jawabannya :
a.       Akan menjadi tidak tepat.
b.      Tidak akan berlandaskan dalil.
c.       Akan menggunakan dalil yang tidak sepatutnya.
Keadaan ini akan menjadi lebih parah jika jawabannya benar-benar tidak sesuai dengan kebenaran.
Maka, jika tidak tahu suatu permasalahan, katakan sahaja, “Saya tidak tahu”.
KELIMA : BERKATA BENAR DENGAN CARA YANG MENARIK
Perkataan hendaklah diisi dengan mendakwahkan kebenaran dan perlu dikemaskan dengan cantik kerana kebenaran yang tidak dikemaskan dengan rapi akan kalah dengan kebatilan yang dikemaskan dengan menarik.
KEENAM : MUDAH DIFAHAMI DAN BERCITA RASA TINGGI
Wasiat dan pesanan yang dikomunikasikan mestilah mudah dan jelas. Inilah yang menjadi seni tersendiri dari seorang pendakwah untuk menyuarakan kebenaran dan kesegaran yang mudah difahami dan kaya dengan pengertian yang begitu mendalam.
Aisyah ra berkata :
“Sesungguhnya perkataan Rasulullah saw cukup jelas dan mudah difahami oleh setiap pendengarnya”. (HR Abu Dawud)
KETUJUH : MEMILIKI ALUNAN DAN TIDAK TERLALU CEPAT
Berbicara dan berkomunikasi itu memerlukan seni kerana seni dapat dinikmati dan berkesan di hati.
“Tidaklah Rasulullah saw berbicara cepat seperti kamu ini, tetapi baginda berbicara dengan perkataaan yang jelas dan dapat dihafal oleh orang-orang yang duduk mendengarkannya” (HR Muslim)
Begitu jelasnya perkataan Nabi sehingga mudah dihitung dan disimak perkataan demi perkataan.
“Adalah Nabi saw apabila menceritakan sebuah hadist yang seandainya dihitung oleh penghitungnya, niscaya ia ketahui jumlah perkataan baginda”. (HR. Muttafaqun ‘alaih)
KELAPAN : PUSATKAN PERHATIAN DENGAN BERJEDA
“Rasulullah saw, jika diam (jarak antara dua perkataan) cukup lama” (HR Ahmad)
KESEMBILAN : MENGULANGI PERKATAAN
Untuk memperjelaskan maksud, Rasulullah saw biasanya mengulangi perkataan hingga tiga kali, terutama perkataan yang sukar dari segi maknanya.
KESEPULUH  : BERRCANDA DALAM KEBENARAN
Pecahkan suasana dengan canda tanpa dusta kerana dengan bercanda, komunikasi akan tetap segar dan tidak mudah bosan.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata :
“Wahai Rasulullah, engkau bercanda dengan kami?”
Nabi saw menjawab :
“Aku tidak mengatakan kecuali kebenaran”. (HR Tirmizi)
KESEBELAS : MENGGUNAKAN BAHASA TUBUH
Menurut kajian dan penelitian, komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh lebih efektif iaitu sebanyak  93%.
Contoh komunikasi bahasa tubuh ialah menggunakan :
1.      Gerakan isyarat.
2.      Ekspresi wajah dan tatapan mata.
3.      Penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut dan sebagainya.
4.      Cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualiti suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
Inilah intipatinya, komunikasi bukanlah sekadar berbicara tetapi juga melibatkan seluruh sistem yang ada pada tubuh kita.
Komunikasi diibaratkan sebagai suatu pesanan yang boleh menjadi daya tarikan dan perubah yang sangat luar biasa kepada orang lain.
Objek dakwah sangat merindukan seni berbicara dan berkomunikasi dari para pendakwah dalam membimbing dan memperdalamkan Islam secara baik dan sesuai dengan tingkatan kefahaman mereka.
Oleh yang demikian, berilah apa yang terbaik dari diri dan potensi kita, semoga kita juga akan mendapat mereka-mereka yang terbaik yang terdiri dari mad’u kita yang akan mewarisi peningkatan tarbiyah dan penyebaran dakwah.
Ya Allah, kurniakanlah hikmah kepada kami melalui seni berbicara dan berkomunikasi yang akan menarik manusia di sekeliling kami umpama magnet yang melekatkan apa sahaja objek yang didekati. Pindahkanlah kecintaan manusia kepada dunia dan segala perkara yang melalaikan ke arah cinta suci kepadaMu melalui perkataan dan komunikasi kami yang berkesan dan berbekas di relung-relung dan dinding hati manusia.
Ameen Ya Rabbal Alameen

0 komentar "Mendalami Seni Berbicara", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.